Lakukan yang Menurutmu Baik, Nak!
Cerpen oleh: Nurhayati, S.Pd., M.MPd *)
Semenjak lulus pendidikan dokter dan pengambilan sumpah, Nada masih harus menjalani selangkah lagi, yakni program internship. Program ini sejenis pemagangan di dunia kerja yang sesungguhnya untuk memantapkan mutu,pemahiran, dan penyelarasan antara hasil pendidikan dengan praktik di lapangan. Meskipun sebelumnya sudah pula mengikuti program koas selama dua tahun di berbagai rumah sakit namun masih butuh penyempurnaan dan ini wajib diikuti oleh semua dokter yang sudah mengikuti pengambilan sumpah.
Dalam beberapa bulan ini Nada menunggu dengan penuh harap keputusan dari pemerintah pusat yang akan menempatkannya di rumah sakit mana dia akan ditugaskan. Sebagai dokter lulusan universitas ternama di Yogyakarta tentu saja dia berharap mendapatkan tempat yang sesuai untuk menerapkan ilmu yang telah dia peroleh serta belajar lebih banyak dari pengalaman yang dihadapi di lapangan nanti.
Ibu dan ayahnya pun selalu menanti kabar baik dan tak henti-hentinya berdoa untuk masa depan anaknya. Di atas sajadah yang terbentang di sujud terakhirnya ibu selalu menyelipkan doa agar penantian ini mendapatkan jalan terbaik yang diridhoi Allah.
Hari ini merupakan waktu yang sangat ditunggu. Pagi telah berlalu menjemput siang dan siang pun melenggang meraih senja. Tatkala senja mulai menenggelamkan diri ibu mulai gelisah. Ponsel yang sejak tadi bolak balik dibukanya terdengar bunyi dering whatsapp.
Segera dibuka tanda hijau di grup keluarga.
Ibu, Ayah…Nada menyampaikan kabar jadwal internship sudah keluar dan Nada mendapat rumah sakit terdekat dengan rumah sesuai alamat yang tertera dalam Kartu Keluarga.
Sebenarnya Nada masih ingin melanjutkan tulisannya namun luapan kegembiraan ibu segera tertuang dalam balasannya.
Alhamdulillah…Allah telah mengabulkan doa kita. Ibu sangat gembira Nak, kapan kamu pulang dan kapan kamu mulai tugas ini.
Demikian halnya dengan ayah yang sejak tadi masih menikmati kicau burung peliharaannya di teras langsung meraih ponselnya begitu mendengarkan suara riang ibu dari dalam ruang tamu dan segera membalasnya.
Alhamdulillah…berarti nanti kamu tinggal di rumah kan? Nggak perlu ngekos lagi. Kan rumah sakitnya dekat, sangat dekat. Kamu boleh bawa mobil untuk keperluan tugasmu. Ayah yang naik motor saja kerjanya. Makan juga nggak perlu beli kayak di tempat kos. Ibumu pasti akan menyiapkannya bahkan lebih enak dari warung langganan di kosmu kan.
Dengan girang pula ayah membalasnya.
Namun tidak demikian yang berkecamuk dalam pikiran Nada. Dia sangat berat melanjutkan kata-kata yang ingin ditulisnya. Informasi yang muncul di pengumuman hari pertama ini adalah tahap pertama. Jika yang bersangkutan setuju langsung melengkapi berkas. Jika menolak akan diikutkan di tahap pilihan kedua. Pada tahap kedua peserta boleh ajukan pilihan yang beda provinsi dengan alamat tempat tinggal. Bagaimanapun Nada harus menyampaikan yang sedang bergejolak dalam pikirannya.
Ibu, Ayah…sebelumnya maafkan Nada. Sebenarnya Nada hanya akan memohon izin untuk menolak tahap ini. Nada ingin mengambil pilihan di tahap kedua agar memperoleh tempat di rumah sakit di kota besar. Nada masih ingin tinggal di Jogja dulu. Masih banyak yang perlu Nada selesaikan di kota ini.
Ibu tampak sangat heran dan tidak mengerti alasan anaknya. Demikian halnya ayah yang langsung membalas panjang lebar.
Maksudmu apa Nada? Kita tidak pernah berdoa untuk minta kamu ditempatkan di mana. Kami selalu memohon untuk diberikan tempat yang baik. Kalau kemudian kamu mendapatkan pengumuman di rumah sakit yang sekarang berarti Allah sudah menunjukkan itu yang terbaik. Lalu kenapa kamu tolak? Di mana rasa syukurmu? Apalagi yang kamu inginkan? Begitu beratkah kamu meninggalkan Jogja? Mengapa kamu tidak merasa berat meninggalkan orang tua? Ayah dan ibu mulai menua. Apalagi yang akan kaucari? Masih kurang lamakah kamu tinggal di perantauan? Memang saat harus lepas dari kota dan kampus di mana kita kuliah itu perjuangan yang sangat berat dan sakit karena di sana pula kita mengukir sejarah dan beribu kenangan. Tapi semua harus kita jalani dengan penuh ikhlas. Ingat sebaris puisi yang pernah kamu bacakan: “Kita sekarang berada di persimpangan, dan kita tidak tahu kapan akan dipertemukan di persimpangan berikutnya…”
Tak kuasa Ayah melanjutkan kata-katanya. Ibu hanya mengirim emoticon menangis.
Nada berusaha menenangkan hati orang tuanya meski sedang bergelut dengan rasa kecewanya.
Sekali lagi maafkan Nada, Ibu, Ayah. Nada tidak mengira akan sesedih ini dan sangat menyesakkan dada. Ini hanya masalah magang yang hanya satu tahun saja waktunya. Namun Ibu dan Ayah memaksa Nada untuk menjalani keputusan ini. Sebenarnya tanpa Nada memberi tahu Ayah dan Ibu lalu langsung menolak dan mengambil tahap selanjutnya juga bisa. Tapi Nada ingin restu kedua orang tua. Nada masih menghargai Ayah dan Ibu untuk memberikan pertimbangan dan juga mendengarkan alasan Nada. Maafkan jika dalam usia 23 tahun ini Nada masih merepotkan berbagai biaya dari Ayah dan Ibu. Terima kasih banyak sudah mengiringi langkah Nada sampai sejauh ini. Mungkin nanti Nada mulai harus berjuang sendiri karena ada gaji juga dalam program ini biar tidak merepotkan Ayah terus. Oiya saat ini juga Nada kerja menjadi asisten dokter dan membantu penelitian di kampus. Tapi kalau Ibu dan Ayah tetap menginginkan Nada di rumah saja ya sudahlah mungkin memang harus Nada jalani meskipun penuh dengan rasa terpaksa dan kecewa.
Waktu semakin beranjak malam dan batas penolakan hanya sampai pukul 23.59. Itu artinya keputusan harus segera diraih.
Air mata ibu tak terbendung, namun berusaha menguatkan hati anaknya yang mulai rapuh.
Jangan mulai sesuatu yang akan kamu lakukan dengan keterpaksaan apalagi kecewa yang mendalam.Itu akan berat kamu jalani. Ambil air wudlu dan berdoalah lagi untuk memantapkan hatimu. Dan belajarlah menerima sesuatu dengan penuh ikhlas.
Nada hanya menjawab singkat saja.
Terima kasih, Bu.
Ibu sangat merasakan kekecewaan Nada. Oleh karenanya berusaha meluluhkan hati Ayah yang masih bersikeras dengan keputusannya. Ibu sangat memahami bahwa yang akan menjalani semuanya adalah Nada. Dia lebih tahu apa yang harus dilakukannya dan bagaimana lika-liku alur kehidupan yang akan dilaluinya. Sejenak tidak beraktivitas di whatsapp, tenggelam dalam angan masing-masing.
Ayah, Ibu, sebelum beristirahat izinkan Nada kembali memohon. Tidak ada yang berat untuk
meninggalkan Jogja. Saat ini Nada merasa masih sangat membutuhkan ilmu dan pengalaman di rumah sakit kota besar karena dengan banyak kasus yang harus ditangani tentunya banyak juga pengalaman yang bisa dijadikan bekal untuk suatu saat nanti di mana Nada harus bekerja. Selama ini kita sering tahu beberapa teman,tetangga, atau bahkan saudara yang sakit kemudian harus dirujuk ke rumah sakit di kota-kota besar sehingga banyak membutuhkan biaya, waktu, dan tenaga. Sementara kondisi pasien kritis. Memang banyak faktor mungkin karena sarana dan prasarananya yang belum terfasilitasi atau justru di tenaga medisnya. Inilah yang ingin Nada pelajari. Selain itu, penelitian kesehatan yang Nada sedang tangani bersama para dokter senior di kampus juga harus diselesaikan dulu.Tapi jika Ayah dan Ibu tetap mengharapkan Nada sesuai keinginan Ayah Ibu, Nada akan berusaha ikhlas meski mungkin itu berat dan harus bertahap. Sementara waktu tinggal beberapa menit saja untuk akhir dari keputusan ini. Ini pun di tahap dua kita belum tahu nanti dapatnya di mana karena ada beberapa kota besar provinsi yang bisa dijadikan pilihan.
Semoga Allah memberi petunjuk.
Meskipun malam sudah semakin larut belum juga hadir rasa kantuk. Ayah yang sejak tadi menyimak dan berulang kali menarik nafas panjang kembali mengetik.
Ayah dan ibu sebentar lagi pensiun dan entah nanti akan menjalani kehidupan di mana. Ayah hanya ingin melihat kalian, anak-anak ayah, nanti bahagia. Di mana pun berada.
Ayah mematikan ponselnya untuk beristirahat.
Ibu mengeluarkan statemen terakhir sebelum mematikan ponselnya.
Lakukan yang menurutmu baik, ibu akan berusaha ikhlas.
“Ayah, anak kita sudah bukan Nada kecil lagi.Dia sudah mendapatkan gelar dokter. Dia lebih tahu apa yang dia butuhkan, bukan yang sekedar dia inginkan. Kalau dia tidak bisa ikhlas menerima keinginan kita, mengapa tidak kita yang belajar ikhlas terhadap keputusannya. Menerima bukan berarti kalah tetapi terus mendampingi perjuangannya yang tinggal selangkah lagi. Insya Allah ada hikmah di balik semua ini,” ujar Ibu penuh kelembutan. Ayah hanya menghela nafas panjang tanpa mengelak. Entah apa yang menjadi keputusan selanjutnya.
Selepas salat subuh seperti biasa ibu turun ke dapur sambil sesekali melirik ponselnya. Belum ada kabar dari Nada. Ayah pun bersiap diri untuk berangkat ke kantor. Tidak berapa lama terdengar dering panggilan telepon di grup keluarga. Ayah sengaja tak menghiraukan dan membiarkan ibu yang mengangkatnya.
“Assalamu alaikum Bu. Mohon maaf tadi malam Nada mengambil keputusan menolak dan langsung beralih ke tahap dua. Dan barusan info tahap dua sudah muncul, alhamdulillah Nada dapat di Yogyakarta. Terimakasih atas restu Ibu dan Ayah.”
“Alhamdulillah, semoga selalu dalam ridho Allah ya, Nak!”
“Amiin…terimakasih Bu. Oiya, ijinkan dalam dua tiga hari ini Nada pulang ke rumah ya, karena ada berkas-berkas yang harus disiapkan,termasuk perlu tanda tangan Ibu dan Ayah.”
“ Ya, Nada. Ayah Ibu menantimu.”
“Terima kasih ya, Bu. Assalamu alaikum.”
“Wa alaikumsalam….” Ibu menutup ponselnya dan segera bersiap berangkat kerja.
Ayah tersenyum datar, namun di sorot matanya terpancar kebahagiaan untuk masa depan anaknya. Dia yakin, keikhlasan adalah anugerah yang mengalir dari hati yang tulus. Dan dari keikhlasan pula akan tumbuh kebahagiaan sejati.
Tegal, 13 Februari 2024
*) Guru Bahasa Indonesia SMP 7 Tegal
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Sabda Alam
Puisi oleh Istianatul Izzah, S.Pd *) Nak, kala hujan turun dengan semaunya Katak mengejek dengan berisiknya Angin berhembus dengan kencangnya Suara petir memekak
Melangkah dengan Semangat: Cerita Inspiratif Fasya di Bangku SMP
Cerpen oleh: Firyal Baraba, S.Psi *) Fasya duduk di bangku SMP Favorit, sebuah sekolah yang dikenal akan prestasi akademik dan kegiatan ekstrakurikuler yang berkualitas. Dia adal
Sinar Kesopanan
Puisi Oleh: Maria Ulfah, S.Pd. *) Di malam yang tenang dan penuh keindahan, Kesopanan bersinar seperti bintang yang terang. Dalam setiap kata dan langkah yang kita pili
Penuntun Hati
Puisi Oleh: Maria Ulfah, S.Pd *) Di balik cahaya mentari pagi, Terhamparlah cinta dan kebijaksanaan. Dalam setiap langkah dan senyumnya, Terukir keikhlasan yang abadi. &nbs